Monday, October 25, 2010

KOPERASI KOMUNITAS, MENJAWAB KOPERASI RENTENIR BERBADAN HUKUM

KOPERASI KOMUNITAS, MENJAWAB KOPERASI RENTENIR BERBADAN HUKUM
Penulis adalah Ketua Koperasi Serba Usaha Mandiri Jombang dan Ketua Perkumpulan Desa Mandiri (PUNDEN) Nganjuk, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Timur
Dimuat pada Buletin Elektronik Prakarsa-Rakyat.org
SADAR (Simpul Untuk Keadilan dan Demokrasi) Edisi: 161 Tahun IV - 2008
Sumber: www.prakarsa-rakyat.org

Tujuan bangsa ini didirikan 63 tahun yang lalu adalah kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Namun justru persoalan konkrit dari adanya ketidakadilan sosial dan tidak terjaminnya kesejahteraan umum setiap hari dapat kita lihat. Salah satu persoalan tersebut dapat dilihat dari kebutuhan rakyat miskin baik di pedesaaan maupun perkotaan terhadap modal dan uang cash/kontan yang tidak terpenuhi.
Uang kontan ini diperuntukkan untuk kebutuhan permodalan maupun kebutuhan mendadak. Dari biaya pendidikan anak, kesehatan keluarga, hingga sebatas kebutuhan pangan sehari-hari. Orang miskin tidak pernah memiliki kesempatan untuk menabung, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit. Sehingga, mereka menyandarkan diri pada orang lain jika membutuhkan pendanaan yang sifatnya insidental atau mendadak. Pemerintah tidak pernah berpikir bahwa lembaga keuangan mikro yang bisa diakses rakyat miskin juga sangat dibutuhkan masyarakat hari ini.

Ironisnya, yang memenuhi kebutuhannya justru lembaga non pemerintah baik yang berbadan hukum maupun tidak. Dari individu, koperasi, sampai Bank Perkreditan Rakyat. Dan di tengah-tengah masyarakat, mereka lebih dikenal sebagai bank titil. Lembaga yang setiap hari menitili (mengambil sedikit) uang mereka. Kebanyakan dari mereka berbentuk koperasi simpan pinjam (KSP).

Kegiatan KSP lintah darat ini memang membidik orang miskin yang selama ini tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah dan relatif rentan karena tidak punya sumber daya apapun. Sehingga, mereka pasti membutuhkan uang dan kesepakatan apapun (walaupun memberatkan) akan diamini jika sudah terdesak kebutuhan.

Beberapa fakta tentang lintah darat yang berwujud koperasi ini: Pertama, perijinan mereka dikeluarkan oleh pihak pemerintah provinsi Jawa Timur. Kedua, mereka beroperasi di berbagai kota di Jawa Timur dengan membuka cabang-cabang. Ketiga, pekerja yang direkrut biasanya dari luar kota, bahkan nasabahnya di luar area administrasi kantor mereka. Misalnya di Kertosono, koperasi rentenir yang beroperasi biasanya dari Malang, pekerjanya banyak yang berkekendaraan plat N. Justru orang-orang KSP Kertosono yang bergerak ke barat di wilayah Caruban. Di Jombang, pekerja koperasi rentenirnya kebanyakan dari Nganjuk. Ada usaha yang sistematis untuk menjauhkan koperasi tersebut dari nasabahnya.

Keempat, beban bunga yang mereka bebankan relatif tinggi. Walaupun sekarang sudah cukup kompetitif, namun besarnya biaya administrasi dan denda jika diakumulasi masih sangat mencekik nasabah. Kelima, pemilik koperasi itu biasanya tidak lebih dari sebuah kroni semata. Anggota koperasi biasanya adalah saudara atau teman dekat sebagi pemodalnya. Sehingga jumlahnya tidak lebih dari 20 orang. Jumlah keanggotaan ini sekaligus mensiasati agar mendapat label koperasi sehat di mata pemerintah.

Jebakan Rentenir

Di saat pemerintah tidak mampu menyediakan lembaga keuangan yang pro rakyat, KSP lintah darat justru dengan ulet memberi ”solusi” pada rakyat miskin. Untuk menciptakan ketergantungan, mereka menerapkan aturan longgar misalnya hutang tanpa jaminan. Selain itu, jika hutang tahap pertama para nasabah sudah mendekati lunas, mereka ditawari untuk mengambil hutang tahap kedua dengan iming-iming tertentu. Begitu seterusnya, hingga rakyat miskin terjerat hutang. Saya kira pola ini sama persis yang diterapkan oleh lembaga keuangan internasional (IMF, Bank Dunia) dalam memberikan bantuan hutang kepada negara Indonesia, sehingga kita tidak bisa keluar dari beban hutang.

Usaha mereka untuk putus dengan sebuah koperasi lintah darat menjadi sia-sia, karena biasanya mereka sudah menjadi nasabah banyak koperasi maupun rentenir individu. Sehingga, mereka biasanya melunasi hutang di koperasi A, dengan membuka hutang baru di koperasi B. Begitu seterusnya. Hari-harinya dihantui oleh karyawan- karyawan koperasi lintah darat yang menagih hutang ke rumah mereka.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah melihat situasi perekonomian rakyat miskin semacam ini? Tidak ada sama sekali. Secara hukum, koperasi lintah darat ini sah dan sesuai dengan aturan main koperasi. Mereka juga tergolong dalam koperasi yang sehat karena dikelola secara profesional. Mereka tergolong baik secara manajemen dan administrasi serta secara rutin mengirimkan notulensi hasil RAT kepada dinas setempat.

Dalam sebuah pertemuan dengan staff Dinas Koperasi di Kabupaten Jombang dan Nganjuk, jawaban mereka atas pertanyaan saya tentang koperasi lintah darat ini hampir sama. Mereka tidak bisa mencabut ijin koperasi lintah darat ini karena perijinannya dikeluarkan oleh pihak Dinas Koperasi Provinsi Jawa Timur. Mereka kalah wewenang. Selain itu, memang tidak ada alasan untuk mencabut ijin sebuah koperasi, karena ijin hanya bisa dicabut jika koperasi itu tidak sehat dan tidak pernah melakukan rapat anggota tahunan (RAT).

Koperasi Komunitas

Persoalan ekonomi rakyat miskin ini kemudian menggugah masyarakat yang sadar untuk mendirikan koperasi secara mandiri. Situasi gelap perokonomian warga miskin sedikit terjawab dengan pendirian koperasi komunitas. Koperasi komunitas ini adalah koperasi yang didirikan di tingkat dusun sehingga anggotanya saling mengenal karena diikat secara geografis.

Semangat koperasi komunitas berlawanan dengan koperasi lintah darat. Koperasi lintah darat hidup dari keuntungan uang semata. Berbeda dengan koperasi yang berdiri dan bergerak di desa-desa saat ini, mereka mendirikan koperasi juga untuk media berkumpul sehingga mereka saling membicarakan persoalan-persoalan anggota yang dihadapi. Koperasi komunitas bertujuan untuk membangun lingkungan sekitarnya. Tentu saja koperasi dapat menjadi bagian penyelesaian masalah ekonomi warganya secara konkrit.

Berdirinya koperasi komunitas di desa-desa secara otomatis menggerakkan sumberdaya uang yang tercerai-berai di rumah-rumah penduduk kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam koperasi melalui simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Dengan demikian modal/uang cash yang selama ini menjadi kendala dasar warga miskin yang menjadi anggota koperasi secara langsung dapat dipenuhi.

Sisi lain dari keuntungan koperasi komunitas adalah biaya pelayanan yang rendah sehingga di akhir tahun seluruh anggotanya akan menikmati sisa hasil usaha yang besar. Dan jika membutuhkan pekerja/karyawan, mereka pasti akan mengambil orang di sekitarnya, bukan dari luar desa/luar kota. Hal ini yang membedakan dengan cara kerja koperasi lintah darat.

Saat ini koperasi-koperasi komunitas itu telah berdiri di berbagai desa di Jombang, Kediri, Mojokerto, Nganjuk dan Madiun. Lewat koperasi mereka telah mengundang inisiatif dan ide-ide penyelesaian persoalan yang mereka hadapi di desa mereka sendiri. Dari desa mereka menggerakkan sumberdaya uang untuk kebutuhan anggota. Dengan koperasi mereka menggerakkan sumberdaya manusia untuk kemajuan desanya. Saat ini, koperasi-koperasi komunitas itu telah membuat sindikat atau jaringan antar koperasi. Mereka saling berhubungan baik di masing-masing kabupaten maupun antar kabupaten.

Dalam sisi aturan, koperasi-koperasi komunitas menerapkan aturan yang cukup bagus. Misalnya: pertama, peminjam harus menjadi anggota sehingga memperkuat posisi keuangan koperasi sendiri. Kedua, peminjam harus memiliki sedikitnya ¼ dari total pinjaman yang diajukan yang berupa simpanan sukarela (tabungan). Uang ini sekaligus sebagai jaminan atas pinjaman yang diambil (biasanya kalau KSP lintah darat mensyaratkan BPKB, sertifikat, dan surat berharga lainnya). Aturan ini secara otomatis mengkondisikan anggota untuk menabung sehingga jika ada kebutuhan yang mendesak bisa diambil sewaktu-waktu. Di beberapa koperasi, malah lebih progresif menerapkan aturan, misalnya anggota yang ingin mengambil pinjaman harus membentuk unit kecil beranggotakan 5 anggota koperasi. Dalam unit kecil ini masing-masing anggota mengawasi anggota lain untuk memastikan mekanisme organisasi koperasi berjalan. Sehingga, koperasinya tidak akan bangrut dan mati di tengah jalan.

Aturan managerial yang diterapkan di koperasi komunitas jauh lebih berhasil. Karena jangkauan antar anggota dan koperasinya tidak jauh, hanya di lingkungan mereka. Wilayah jangkauan yang dekat secara geografis ini juga didukung oleh ikatan sosial dan politik yang sama. Sehingga, koperasi komunitas lebih stabil dan tidak mudah retak organisasinya. Tingkat keberlanjutannya akan terjaga dengan adanya aturan main yang tegas dan disepakati dari bawah (anggotanya), bukan dari atas (pemerintah/lembaga lain).

Ketika pemerintah tidak berdaya lagi untuk mengentaskan perekonomian rakyat, terkuak kekuatan swadaya koperasi versi komunitas desa. Bahkan saat ini di setiap perkumpulan, warga membangun model ekonomi yang hampir mirip dengan koperasi. Mereka membuat arisan di RT/RW, dalam pertemuan jamaah tahlilan, pertemuan pengajian/yasin. Mereka melakukan penjaminan adanya dana cepat yang keuntungannya dinikmati anggota sendiri. Inilah cikal bakal koperasi komunitas yang sebenarnya.

Menariknya, keberadaan koperasi komunitas ini justru di luar dari skema pemerintah yang mensyaratkan sebuah koperasi harus berbadan hukum. Mereka saat ini hidup mandiri tanpa campur tangan pemerintah. Maka, koperasi yang berdiri di desa-desa ini secara tegas menunjukkan kepada kita bahwa koperasi komunitas adalah soko guru gerakan membangun desa dengan mengentaskan kemiskinan. Mereka mematahkan jebakan rentenir dan ketergantungan terhadap KPS lintah darat. Mereka telah menjadi bagian penting dari gerakan melawan rentenir berbadan hukum.

No comments: