PROSES POLITIK YANG MENGHANCURKAN SOLIDARITAS RAKYAT KECIL
Ditulis oleh Edy Musyadad
Direktur Perkumpulan Desa Mandiri (PUNDEN) Nganjuk (www.punden.org)
SUMBER: MAJALAH MAJEMUK-ICRP JAKARTA
BEBERAPA orang di sebuah dusun yang bernama Karang Tengah Desa Garu Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk berkumpul dan sepakat menamai perkumpulannya, Paguyuban Mandiri yang disingkat PAMAN. Mereka berkumpul rutin setiap bulan dengan membawa uang 1000 rupiah sebagai iuran wajib yang dikelola koperasinya. Dalam pertemuan itu, beragam tema dibicarakan, tetapi tidak jauh dari bagaimana cara membangun desanya. Usaha yang dilakukan PAMAN ini tiba-tiba banyak mendapat sorotan positif dari warga, bahkan warga diluar desanya tergerak untuk turut menjadi anggota.
Namun demikian, stigma buruk tetap saja menghantui organisasi komunitas ini. Mereka dianggap kubu anti kepala desa terpilih sekarang. Memang tidak dipungkiri, sebagian anggotanya dulu adalah orang yang diidentifikasi sebagai pendukung calon kepala desa yang kalah. Walaupun pemilihan kepala desa (pilkades) sudah berjalan hampir 2 tahun lalu, konflik antar pendukung itu masih terasa sisa-sisanya. `
Belum selesai dan tuntas konflik akibat dari Pilkades, mereka terpaksa harus masuk dalam ruang politik baru yakni Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Nganjuk. Beragam program dan kampanye juga sampai di desa mereka. Bahkan kader-kader lokal sebagai tim sukses juga muncul di dusun kecil ini. Mau tidak mau, mereka saling membicarakan dan terus mencurigai. Ada juga yang menjaga jarak untuk tidak berkomunikasi walaupun bertetangga. Alasannya, konflik dari pilkades saja masih terasa sakitnya, apalagi sekarang berseberangan calon bupati yang didukung. Pilkada usai bukan berarti konflik selesai. Justru semakin parah karena ada Pemilihan Gubernur (Pilgub).
Read More..